Perenungan akal dan pikiran tidak akan sampai pada kebenaran mutlak. Karena itulah syariat Islam diturunkan kemaslahatan dunia dan akhirat tidak akan tegak kecuali dengan mengikuti syariat tersebut. Adapun perenungan yang paling tinggi dan paling bermanfaat ialah tentang Allah dan tentang akhirat. Penghayatan tentang Allah ada berbagai macam :
Pertama, memikirkan ayat-ayat-Nya yang telah diturunkan dan segala Allah telah menurunkan ayat-ayat-Nya bukan untuk sekadar dibaca Membaca hanya sebagai jalan menuju pengamalan. Sebagian kaum Salaf berkata, "Allah menurunkan al-Qur'an untuk diamalkan, maka tingkatkanlah bacaannya menjadi amal."
Kedua, memikirkan fenomena ayat-ayat Allah yang bisa disaksikan. Lalu mengambil pelajaran, petunjuk tentang norma-norma, sifat-sifat hikmah dan kebijaksanaan, kebaikan dan kemurahan-Nya. Allah menganjurkan para hamba-Nya untuk berpikir dan bertafakur tentang ayat-ayat-Nya dan memikirkan sebab-akibat dengan segala keterkaitannya. Allah mencela orang-orang yang melupakan hal itu.
Ketiga, memikirkan dan merenungkan nikmat-Nya, ihsan-Nya, kebaikan Nya, anugerah-Nya dalam berbagai nikmat yang diberikan kepada makhluk Nya, keluasan-Nya, maghfirah-Nya, dan kebesaran-Nya. Tiga macam tersebut direnungkan dengan hati, yaitu dengan makrifat tentang Allah sehingga manusia mencintai-Nya, takut kepada-Nya, ber- harap hanya pada-Nya, dan selalu berzikir untuk menuju makrifat yang sebenarnya.
Keempat, memikirkan dan mengoreksi cacat diri sendiri (introspeksi diri), yaitu memikirkan cacat-cacat perbuatan yang pernah dilakukan. Ini besar sekali manfaatnya. Hal ini bisa menjadi pintu kebaikan. Di antara hasilnya, hal ini dapat memecahkan jiwa amarah hinggq hiduplah jiwa muthmainnah, jiwa yang tenang. Yang bangkit dan menjadi pegangan bagi seseorang. Hati pun menjadi hidup. Semua kata-kata atau pikiran-pikiran yang muncul terkontrol dan terkendali, sementara "tentara-tentaranya" bergerak dalam kemaslahatan.
Kelima, wajib bagi akal pikiran untuk terus bergerak sesuai putaran waktu demi mengaktualkan fungsinya, menghimpun seluruh keinginan menjadi kewajiban bagi akal pikiran. Orang yang mengerti waktu adalah "putra waktu". Bila ia menyia-nyiakan waktu, hilang pulalah kemaslahatan atau seluruh usaha kebaikannya. Semua kebaikan mereka dalam putaran waktu, bila hilang tidak akan dapat dikejar.